Notaris dan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) adalah lembaga hukum yang berbeda peran dan wewenang. Masih banyak yang belum mengetahui perbedaan Notaris dan PPAT mulai dari pengertian, kewenangan, serta wilayah kerja notaris dan PPAT. Akibatnya beberapa tahun ini sering terjadi tindak kriminal penipuan berkedok kantor notaris palsu. Tidak main-main, para pelaku menjaring lebih dari satu korban, dengan nilai milyaran rupiah. Akibatnya terjadi krisis kepercayaan masyarakat terhadap notaris, khusus nya notaris yang baru berdiri.
Saat transaksi tanah terkadang pembeli meminta kepada penjual untuk memakai notaris tertentu padahal kita tidak kenal, maka perlu di cek keaslian notaris tersebut. Begitu juga sebaliknya terkadang penjual meminta memakai notaris tertentu padahal kita tidak kenal, jika seperti itu maka perlu berhati-hati dan perlu di cek legalitas notaris dan PPAT tersebut. Namun bagi Anda yang memiliki kenalan yang menjadi Notaris dan PPAT dan sudah kenal lama, maka tentu Anda menaruh kepercayaan.
Ketahui perbedaan notaris dan PPAT, karena kedua profesi ini kerap dianggap memiliki tugas dan fungsi serupa. Padahal, notaris dan PPAT adalah lembaga hukum yang sangat berbeda, begitupun dengan kewenangannya. Meski begitu, memang banyak ditemui notaris yang juga berprofesi sebagai PPAT. Rangkap jabatan profesi memang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Secara garis besar, notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 (Pasal 1 angka 1 UUJN). Sedangkan PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (Pasal 1 angka 1 PP 37⁄1998).
PPAT adalah wewenang hukum yang juga dapat dijabat oleh camat. Dengan demikian, camat tersebut statusnya adalah PPAT sementara. Jika transaksi tanah yang Anda lakukan terletak di daerah terpencil, biasanya PPAT-nya dijabat oleh camat. Sebelum mengetahui siapa PPAT dan Notaris yang harus Anda hubungi untuk mempermudah proses jual beli, sebaiknya Anda mengetahui lokasi tanah yang akan dibeli. Lokasi tanah maupun rumah ini menjadi patokan Anda untuk menentukan siapa yang Anda pilih sebagai PPAT.
Perbedaan Notaris dan PPAT secara dasar hukum tentunya berbeda. Dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris, untuk menjadi notaris, seseorang wajib memiliki gelar sarjana (S1) hukum dan strata dua (S2) kenotariatan.
Sementara peraturan PPAT adalah merujuk pada PP 24⁄2016 yang mengatur syarat pengangkatan, larangan bagi PPAT dan lingkup kewenangan PPAT dalam menjalankan profesinya. Agar dapat diangkat menjadi PPAT, seseorang harus memiliki gelar sarjana hukum dan strata dua kenotariatan atau paling tidak telah lulus dalam program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan Kementerian Agraria.
Sebagai profesi, Notaris dan PPAT adalah lembaga hukum yang tentunya memiliki kode etik ketika menjalankan perannya. Hal tersebut demi menjaga kedua profesi tidak saling tumpang tindih dalam menjalankan tugas. Lebih lanjut, pokok wewenang yang bisa ditangani oleh notaris dan PPAT adalah hal yang jauh berbeda. Notaris berwenang untuk:
Sementara kewenangan yang dapat dilakukan PPAT adalah meliputi urusan pertanahan mulai dari:
Jika Anda punya tanah dan bangunan yang akan disewakan atau dijual kepada orang lain, maka Anda bisa mengurus surat dan akta perjanjiannya melalui kantor notaris yang berada di sekitar tempat tinggal. Dengan kata lain, tidak perlu mendatangi kantor notaris terdekat sesuai area properti tersebut. Berbeda dengan PPAT, kewenangan wilayahnya hanya mencakup domisili yang telah ditentukan, dan tidak mempunyai kuasa untuk menjalankan tugas di luar daerah lain. Disebutkan dalam Pasal 12 ayat (1) PP 37⁄1998, bahwa daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II. Karena itu, untuk pengurusan pengalihan hak atas tanah yang berlokasi di wilayah A, harus dilakukan melalui PPAT yang berkedudukan di wilayah A.
Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris, seorang notaris memiliki cara kerja yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpang akta, memberikan grosse dan salinan serta kutipan akta. Semua itu dilakukan sepanjang pembuatan akta tidak ditugaskan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang.
Sementara cara kerja seorang PPAT adalah fokus untuk melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah dalam membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang nantinya dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum tersebut.
Sumber : https://prospeku.com/artikel/membedakan-notaris-dengan-ppat—2355